Beranda news Fenomena Meme Anomali Brainrot dan Kekawathirannya Terhadap Kemunduran Mental Anak

Fenomena Meme Anomali Brainrot dan Kekawathirannya Terhadap Kemunduran Mental Anak

56
0

Pada beberapa hari yang sudah lewat, saat aku mengawasi warung hewan peliharaan milik famili, tiba seorang customer berupa ibu bersama dua buah hatinya. Anak pertama menggunakan baju seragam PAUD sementara satunya lagi pakai seragam Sekolah Dasar, menurutku si ibu baru saja menjemput mereka dari sekolah. Sambil sang bunda mencari-cari jenis makanan untuk kucing, kedua kecil itu maju menuju tempat kasir dimana aku bertugas.

Sesudah sampai di hadapan meja kasir, salah satu bocah berpakaian seragam TK menuding saya sambil menyebut “Balerina Cappuccino”. Di dalam pikiran saya tercetus rasa heran dengan pertanyaan sendiri, “Waduh, bukankah itu meme tentang gangguan otak, bagaimana mungkin anak seusia ini sudah kenal dengannya?” Tidak hanya pada diriku, ia juga memperlihatkan dan merujuk pada seorang bocah laki-laki berpakain seragam SD—yang kemungkinan merupakan saudara kandungnya dikarenakan ukuran badannya yang sedikit lebih tinggi—sementara ia memberikan komentar soal meme tersebut pula.

Mereka beradu kata dengan mengucapkan “Bombardilo Crocodillo,” si anak TK pun menjawab balik dengan “Tralalelo Tralala” seraya melakukan gerakan tubuh yang tak dapat saya artikan maknanya. Sang ibu, yang tengah memilih makanan untuk kucing, tampak diam seperti tidak menyimak pembicaraan anaknya tersebut.

Sederhananya, si ibu telah menyelesaikan pemilihan merek makanan kucing dan melakukan pembayaran. Ketika itu terjadi, anak laki-lakinya yang masih duduk di taman kanak-kanak datang lagi ke meja kasir dengan mengucapkan pada saya “Nanti-nanti sahurnya.” Anak berpakaian sekolah dasar pun ikut tertawa mendengar ucapan tersebut. Di dalam hati, saya hanya bisa tersenyum dan batin “Hehe, sepertinya dia sedang menyampaikan pesan perpisahannya untukku.” Setelah itu, mereka berdua meninggalkan tempat itu menuju pintu keluar toko.

Bila dipikir lagi, tampaknya ibu dua anak ini sungguh tak tahu apa yang dikatakannya oleh keponakan-keponakannya. Ibu tersebut pun tidak mengungkapkan gerakan atau kata-kata untuk mencegah salah satu anaknya yang menyebut frasa kontroversial tentang sindrom “brainrot” yang sedang ramai dibicarakan di media sosial.

Shock-nya ternyata bukan hanya kali itu saja  saya melihat fenomena anak-anak mengucapkan meme anomali itu, karena ternyata anak-anak kecil di kampung saya juga terjangkit fenomena meme anomali brainrot tersebut. Anak-anak di kampung saya juga saling melempar meme tersebut satu sama lain dan saling membalas, lagi-lagi dalam hati saya membatin “Hmm setelah fenomena telolet, sekarang anak-anak di kampung beralih ke fenomena meme anomali ini”.

Lebih dari itu, mereka tidak hanya familiar dengan meme aneh yang sedang populer secara global seperti Bombardilo Crocodillo, Tralalelo Tralala, Ballerina Cappuccino, tetapi juga berbagai meme unik dengan unsur politik yang baru-baru ini menjadi tren di Indonesia seperti Corbuziero Dagusquero, Fufubaba Fufufini, Lil lil Bahlil, serta beberapa lagi.

Mungkin jika dikonsumsi oleh remaja cukup usia dan kaum dewasa, meme anomali brainrot baik yang viral di sosial media dunia maupun meme anomali politik di Indonesia bisa menjadi hiburan yang masih dapat difilter. Namun jika dikonsumsi oleh anak-anak kecil yang tidak bisa memfilter cara berpikirnya maka hal ini sangatlah berbahaya.

Khusus untuk meme aneh tentang politik Indonesia yang sedang populer akhir-akhir ini, mereka mungkin dibuat sebagai sarana sarkasme dan sindiran dari kalangan berpengalaman menuju elite politik negeri kita. Akan tetapi, perubahan cepat dalam dunia sosmed di Tanah Air membuat ragam konten menjadi sangat tidak terduga dan seringkali tak teratur. Sehingga, ada beberapa isi yang seharusnya hanya ditujukan bagi penonton dewasa justru tersebar luas hingga menjangkiti anak-anak tanpa adanya penyaringan atau pengawasan orangtua yang memadai.

Setelah membagikan kisah yang saya alami di bagian pembuka artikel ini, pertanyaan pun timbul: Siapakah sesungguhnya dalang dari perilaku para remaja tersebut? Apakah mereka hanya meniru teman-temannya? Ataukah disebabkan oleh dampak gadgets dan media sosial tanpa kendali? Bisa juga karena ketidakpedulian orangtua terhadap materi-materi berbahaya atau merusak otak?

Semua tiga poin itu mungkin valid, mengapa demikian? Pertama, mayoritas anak-anak belajar hal-hal baru dari interaksi mereka bersama teman-teman seusia. Mereka menukar pengetahuan satu sama lain, bercanda, bermain, serta mencari kesenangan. Walaupun mereka belum tentu menyadari efek yang ditimbulkan saat mereka membagikan informasi atau lelucon yang terkait dengan materi aneh tentang brainrot tersebut.

Kedua, media sosial menyajikan berbagai macam informasi, mulai dari aspek positif sampai negatif. Sayangnya, banyak remaja belum memiliki kemampuan untuk menyaring dengan benar dan langsung menelan segala sesuatu yang dilihat tanpa pemikiran mendalam. Apalagi jika kontennya tengah populer atau tren di kalangan pengguna. Misalkan saja meme tentang sindrom otak rusak yang saat ini sedang marak dibagikan; kebanyakan orang melihatnya sebagai hiburan semata karena penampilannya yang unik dan konyol. Namun sayangnya, jarang ada yang mencari tahu lebih jauh tentang fenomena tersebut serta implikasinya bagi diri sendiri ataupun lingkungan sekitarnya.

Ketiga, sensitivitas kurangnya para orangtua benar-benar menjadi permasalahan bagi sebagian besar anak-anak. Kekurangan pengawasan atas materi-materi yang diakses oleh si anak merupakan salah satu pemicunya. Selanjutnya, banyak orang tua malah ketinggalan zaman dibandingkan dengan anak mereka sendiri sehingga cenderung menilai fenomena meme aneh tentang otak rusak atau “brainrot” semata sebagai hal biasa tanpa melihat dampak negatifnya.

Keikhlasannya Tentang Penurunan Kesehatan Mental Si Buah Hati

Apa sih meme anomali itu?, apa sih brainrot itu?, dan apa sih bahayanya jika dikonsumsi oleh anak-anak?. “Anomali”, sebuah kata yang diam-diam     muncul dan menjadi trend dikalangan anak muda yang menggambarkan sesuatu yang menyimpang dari bentuk atau standar sesungguhnya. Sedangkan “Brainrot/ Brain Rot” adalah definisi pembusukan atau perusakan otak yang menggambarkan kemunduran mental akibat dari pengaruh serta konsumsi konten digital yang kurang berkualitas atau receh secara terus menerus dan berlebihan.

Walaupun istilah “brainrot” tidak merupakan diagnosa medis resmi, kebanyakan orang percaya bahwa hal ini bisa memberikan pengaruh negatif yang signifikan pada kesejahteraan mental serta kemampuan kognitif individu tersebut. Sebaliknya dari tujuan untuk hiburan atau kesenangan, kadang-kadang materi digital dapat membawa risiko bagi kondisi psikologis seseorang.

Kondisi yang sangat membahayakan itu seringkali tidak disadarinya oleh orang-orang, sebab kadang-kadang materi digital dengan efek merusak otak yang aneh-aneh diranceng menjadi bentuk-bentuk hiburan semacam meme, gurauan, dan lain-lain.

Bayangkan apabila materi dengan dampak negatif seperti itu dihirup oleh anak-anak, mereka yang masih kurang mampu menyaring informasi dalam pikiran saat menyaksikan atau mencerna bahan digital berisi elemen-elemen merusak otak. Bisa jadi ini akan membuat psikis buah hati kita mundur, hilang emosi, serta kesulitan berkonsentrasi pada sesuatu maupun menjalani rutinitas keseharian.

Sebuah kasus regresi psikologis bisa timbul saat anak-anak menyaksikan meme aneh brainrot yang tengah populer di media sosial; hal ini dapat membuat mereka sulit melepaskan diri dari gambaran tersebut dalam banyak situasi.

Jika seorang teman melakukan tindakan yang dianggapnya ganjil, ia cenderung menggambarkannya dalam bentuk meme abnormal. Begitu melihat objek atau hal-hal tidak lazim, dirinya pun tak segan-segan menyamakannya dengan meme-meme unik yang pernah dilihat. Singkatnya, dampak dari paparan meme-meme ini membuat mereka lebih mudah untuk mencemooh atau meremehkan orang lain.

Penurunan kesejahteraan mental yang disebabkan oleh penggunaan materi aneh brainrot membuat para anak mengalami keletihan psikis setelah terkena dampak dari tindakan mereka secara otomatis dan tanpa penyaringan. Bagaimana mungkin tidak ada penurunan? Jika apa yang mereka lihat tiap hari hanyalah bahan-bahan dengan standar rendah yang dapat menciderai aspek intelektual serta emosi si anak.

Tentu saja, meme yang berkaitan dengan kondisi brainrot sudah mulai menciptakan ketidaknyamanan terkait dampak dari media sosial serta konten digital yang bisa menurunkan tingkat kepintaran seseorang baik pada anak-anak maupun orang dewasa, sekaligus merugikan kesejahteraan psikologis mereka.

Kita semua memang pasti mengalami brainrot atau pembusukan otak, karena sebagian besar kehidupan sehari-hari kita bergantung pada ponsel. Sosial media dan konten digital? tentu saja menjadi konsumsi setiap hari. Tetapi sayangnya anak-anak tampaknya menjadi kelompok demografi terbesar yang kecanduan konten digital melalui media sosial, dan sebagian dari mereka tidak mampu memfilter positif dan negatifnya dari apa yang mereka lihat.

Meskipun sebagian besar konten brainrot dikemas dengan sebuah hiburan dan lelucon, tapi sifat leluconnya hampir pasti bersifat negatif. Maka, sebaiknya kita harus berhati-hati dan lebih waspada terhadap dampak dari meme anomaly brainrot tersebut. Lakukan control terhadap apa yang sedang dilihat oleh anak-anak di sekitar kita, baik itu anak kandung, saudara, teman, ataupun tetangga kita yang masih kecil.

Peringatkan bahwa sebagian besar meme dari anomali brainrot mungkin menyertakan elemen berbahaya. Mengapa demikian? Sebab, meskipun meme-meme ini dapat menjadi sumber hiburan bagi remaja, mereka juga memiliki potensi untuk merusak kapabilitas anak-anak dalam menentukan batasan antara dunia nyata dengan imajinasi khususnya bila diakses tanpa kendali.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini